Hai para sahabat bis mania (.com .org jakbus bimakus po mania, dsb) dan bloggers, kita bertemu lagi. Kali ini terpaksa aku harus menulis ulang report jalan-jalan beberapa tahun lalu yang sebelumnya sudah ku post di blog ini karena post tersebut hilang. Kemungkinan karena serangan malware beberapa waktu lalu yang menyerang blog ini sehingga menyebabkan beberapa postinganku hilang dan sayangnya aku tidak mempunyai backup text untuk report perjalanan tersebut, hanya ada backup dari web dan catatan di hp saja. Okelah yuk kita mulai kilas ulang perjalannya. Kalau masih pada ingat, kira-kira rute perjalannya nampak pada berikut,
Journey To The East
Perjalanan kali ini bermula ketika ada tugas dari tempat internshipku untuk ikut meeting ke perusahaan klien di Kota Malang sana, awalnya aku hendak berangkat bersama dua rekan kerja lainnya menggunakan si burung besi namun jiwa bis mania yang bersemayam di jiwa ini entah kenapa berontak meminta utuk naik bis saja. Setelah dipikir satu dua tiga kali akhirnya kuputuskan untuk naik bis saja dan sekalian jalan-jalan nantinya. Beberapa hari sebelum keberangkatan aku pergi ke Terminal Lebak Bulus untuk memesan tiket, jujur saja hingga tiba di terminal aku belum memutuskan akan menggunakan armada apa. Ketika hendak masuk dalam terminal aku sudah dikerubungi beberapa orang yang menanyakan hendak kemana, "ke mana mas?", "Kudus?", dan menyebut beberapa nama bus. Yah sudah bisa ditebak, orang-orang tersebut kemungkinan besar adalah calo. Belakangan di Terminal Lebak Bulus ini cukup rawan oleh ulah oknum calo yang memaksa calon penumpang untuk menggunakan jasa bus yang di tawarkannya. Bahkan, dari info yang ku dapat salah satu rekan bis mania sampai dipukul oleh oknum preman yang berkedok calo di terminal ini karena menolak untuk menggunakan bus yang ditawarkannya.
Menghadapi calo-calo tersebut aku cukup tersenyum sambil berkata "mau ke tasik mas" dan bak sihir calo-calo tersebut meninggalkanku dengan sendirinya. Cara ini ku dapatkan dari beberapa member bismania.com yang menganjurkan cara yang sama untuk menghindari calo di terminal ini. Sampai di depan loket bus-bus ke arah timur aku bingung luar biasa, ada beberapa armada yang melayani rute ini seperti Kramat Djati, Pahala Kencana, Rosalia Indah, dan Lorena-Karina. Awalnya aku hendak menuju loket bus Kramat Djati, namun setelah sekilas tak sengaja menoleh ke loket Lorena-Karina di ujung deretan loket aku membelokkan langkah menuju loket itu. Entah kenapa perjalanan beberapa bulan sebelumnya menggunakan armada super executivenya membuatku ingin merasakannya kembali, duduk di kursi single, menikamati kesendirian sambil memandang pantai di utara Indramayu dan Tuban dari dalam bus. Setelah bertanya-tanya sejenak akhirnya ku putuskan untuk naik bus Karina dan mendapatkan kursi 2A dengan tarif Rp 250.000 (sekarang Rp 310.000).
Hari Kamis aku hanya berada di kantor sebentar saja, menyelesaikan beberapa tugas dan segera pulang ke kostan di Depok karena kamera digital ku simpan di sana. Pukul 11.30 aku pun meninggalkan kostan menyusuri kampus UI dengan ojek, menyebrangi rel kereta, dan tiba di Kober. Tak lama aku menunggu hingga sebuah bus medium Deborah datang mengantarkanku ke Terminal Lebak Bulus dengan tarif Rp 4.000. Setiba di terminal aku langsung menuju ke parkiran keberangkatan bus, di bagian paling depan aku melihat dua sosok bus Lorena yang sudah berbaris rapi, ku cek satu persatu dan ternyata benar salah satunya adalah bus Karina kelas super executive tungganganku kali ini.
Kesan pertama yang kudapati ketika memasuki bus ini adalah aroma wangi yang merebak di dalam kabin, hmm boleh juga nih crew bus ini pikirku saat itu. Setelah meletakkan tas di bagasi atas akupun langsung duduk di kursi 2A, kursi single di baris kiri. Berbeda dengan bus kelas executive yang mempunyai konfigurasi tempat duduk 2-2, pada bus super executive kunfigurasinya 1-2.
Armada: Karina
Kelas: Super Executive
Karoseri: Adiputro New Marcopolo
Mesin: MB 1521 Intercooler
Trayek: Jakarta-Surabaya-Malang
Tarif: Rp 250.000 (Sekarang Rp 310.000)
Fasilitas:
Snack
-Servis makan 1x
-Smooking area
Karoseri: Adiputro New Marcopolo
Mesin: MB 1521 Intercooler
Trayek: Jakarta-Surabaya-Malang
Tarif: Rp 250.000 (Sekarang Rp 310.000)
Fasilitas:
Snack
-Servis makan 1x
-Smooking area
-Toilet
-Leg rest
-Foot rest
-TV
-Bantal
-Selimut
-Leg rest
-Foot rest
-TV
-Bantal
-Selimut
Setelah semua penumpang naik, pukul 13.30 bus berjalan meninggalkan Terminal Lebak Bulus menuju Terminal Rawamangun untuk menjemput beberapa penumpang lainnya. Sebelum memasuki Tol, seorang crew yang bertugas membagikan sebuah kotak kepada para penumpang. Setelah kubuka kotak itu berisi sebuah roti dan air mineral kemasan gelas, lumayan untuk mengganjal perut sampai rumah makan nanti. Perjalanan menuju Rawamangun cukup lancar siang itu, walaupun di beberapa titik sempat tersendat akibat ramainya volume kendaraan. Selepas tol bus berhenti sejenak di sebuah agen di jalan Pemuda dan pada pukul 14.00 tiba di Terminal Rawamangun. Setelah menunggu seorang penumpang yang belum datang selama 30 menit bus akhirnya meninggalkan Rawamangun untuk memulai perjalanan panjangnya menuju kota pahlawan dan apel.
Memasuki Jalan Tol Jakarta-Cikampek bus dipacu dengan kencangnya, beberapa bus yang ditemui seperti Putra Remaja, Pribumi Raya, Warga Baru disalipnya dengan mudah. Semakin mendekati Cikampek aku dapat melihat beberapa bus Harapan Jaya yang berjalan beriringan dengan santainya, tak pelak dengan mudahnya disalip oleh Karina bermesin kuler ini. Keluar gerbang tol Cikampek berbarengan dengan bus GMS super executive tujuan Wonogiri, di pertigaan Cikopo beberapa bus Cirebonan seperti Setia Negara dan Luragung Jaya sedang ngetem mencari penumpang di sisi jalan. Melewati Cikopo bus berhenti sejenak di depan sebuah agen untuk menaikkan penumpang. Di halaman agen tersebut nampak sebuah bus Pahala Kencana berwarna biru-putih yang tak berpenumpang saat kulihat dari dalam bus, tebakanku bus itu sedang perpal atau mungkin mengalami kerusakan mesin. Setelah seorang penumpang naik bus meneruskan perjalannnya, kondisi lalu lintas yang ramai sore itu, terutama oleh truk membuat bus berkali-kali harus berjalan perlahan sambil menunggu kesempatan untuk dapat meyalipnya.
Memasuki pantai utara Jawa, Kab.Subang hingga Indramayu aku dapat melihat laut dari dalam bus, beberapa penumpang lainnya nampak pula menoleh ke arah jendela menikmati pemandangan laut dari kejauhan. Suasana sore di dalam kabin sendiri tampak senyap, hanya terdengar sedikit suara halus mesin bus yang masuk ke dalam kabin, TV yang sebelumnya melantunkan tembang-tembang berbahasa jawa sudah dimatikan, walaupun begitu sesekali terdengar suara orang yang sedang berbincang. Suasana seperti inilah yang sejak dari awal aku tunggu-tunggu. Ku turunkan sedikit posisi kursiku, luruskan kaki ke depan, dan sesekali memejamkan mata, sungguh sebuah perasaan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Pukul 17.20 kami tiba di Rumah Makan Taman Sari Indramayu. Selembar kupon makan di tiket disobek oleh petugas RM yang bertugas kemudian aku mengambil makanan yang tersedia saat itu. Menu prasmanan yang tersedia tidak banyak pilihannya, sebuah opor ayam, sayur asem yang setelah coba ku aduk-aduk lebih banyak kuahnya ketimbang sayurnya, gorengan jagung berukuran kecil dan sebagai minumannya segelas teh hangat.
Satu persatu makanan tadi segera ku ambil dan bergegas mencari tempat duduk dan menghabiskannya. Selesai makan aku segera menuju mushola yang terletak di ujung sudut RM, selesai menunaikan ibadah aku segera melakukan kegiatan yang biasa dilakukan para bis mania, foto-foto bus. Sore itu cukup banyak bus-bus yang sudah singgah di RM ini, beberapa bus Gajah Mungkur berbalut body sprinter tujuan Wonogiri parkir di bagian depan, di sisi yang berlawanan tempat busku parkir terdapat Nusantara, Haryanto, Harapan Jaya, Safari Dharma Raya, Sindoro Satria Mas, sementara di bagian belakang terdapat bus Maju Lancar dan Purwo Widodo. Satu persatu bus terekam dalam kameraku, beberapa foto aku ambil dengan metode LGL. Kegiatan ku ini ternyata menarik perhatian beberapa orang penumpang bus lain yang sedang duduk-duduk di depan RM, mata-mata dengan tatapan yang tak bisa kupahami memandangku
Sekitar pukul 17.45 beberapa armada nampak mulai meninggalkan RM, Nusantara berwarna biru yang pertama melanjutkan perjalanan, disusul Haryanto dengan label The Ocean yang tertulis di bagian bawah bus, Sindoro Satria Mas dan beberapa Harapan Jaya juga menyusul. Dari kejauhan aku melihat asap hitam yang mengepul keluar dari knalpot bus yang kutumpangi, pertanda mesin telah dinyalakan dan akan segera melanjutkan perjalanan, akupun segera memasukkan kamera dan menaiki bus kembali. Bus pun dengan perlahan mulai mundur dan di saat bersamaan banyak Lorena-Karina lainnya baru saja memasuki RM, sepertinya kami menjadi armada Lorena Grup pertama yang tiba di RM ini. Tepat pukul 18.00 bus melanjutkan perjalanan menyusuri pantai utara Jawa.
Selepas RM tadi kemudi bus dipegang oleh supir ke dua, orangnya sudah agak tua dan kurus. Awalnya aku berpikiran bahwa bus akan berjalan santai saja karena dikemudikan oleh orang itu namun prediksi itu runtuh seketika tatkala ia dengan lincahnya berhasil menyalipi banyak sekali truk dengan ramainya kondisi lalu lintas pantura malam itu. Jujur saja aku sangat kaget ketika truk dan bus yang dijumpai ditempelnya dengan ketat hingga aku yang duduk di baris kedua bisa mengira-ngira mungkin hanya berjarak beberapa cm saja dengan kendaraan di depannya, saat dari arah berlawanan kosong ia langsung membanting stir ke kanan dan mendahului kendaraan-kendaraan tersebut.
Tak berselang lama sebuah bus berwarna biru nampak dari kejauhan dan semakin mendekat ternyata bus itu adalah Nusantara yang berangkat terlebih dahulu dari RM. Taman Sari tadi. Layaknya kendaraan lain, Nusantara pun ditempelnya dan saat arah berlawan kosong, bruumm...mesin tua Mercedes 1521 itu dipaksa bekerja maksimal melesat meninggalkannya di belakang. Yang cukup menarik adalah saat bertemu dengan dua bus Haryanto dengan label The Ocean dan The Purple. Saat itu lalu lintas sangat ramai oleh truk, kedua bus itu pun berlari kancang mendahului truk-truk yang dijumpainya, dari tempatku duduk dapat kulihat mereka berganti-ganti jalur mencoba untuk saling mendahului. Karina yang ku naiki pun tak mau ketinggalan, Haryanto The Purple berhasil dilewati, menyusul kemudian The Ocean pun dapat dilewati lewat sisi kiri jalan. Beberapa bus lain yang berhasil dilewati malam itu adalah Lorena, Pahala Kencana berwarna kuning, dan beberapa Harapan Jaya yang terlihat berjalan santai di lajur kanan.
Memasuki Tol Pejagan bus terlihat berjalan santai di sisi kiri jalan, kondisi tol saat itu sepi, beberapa mobil pribadi dengan cepatnya mendahului busku dari kanan jalan, tak ketinggalan bus Cirebonan, Bhineka juga ikut mendahului Karina ini. Sampai di daerah Tegal-Pekalongan, aku lupa dimana tepatnya, busku melambatkan lajunya dan berbelok ke sebuah tempat, aku sendiri bingung dimanakah ini? Saat bus berhenti dan kru menyalakan lampu di dalam kabin, penumpang lain mulai turun, akupun mengikuti. Aku coba menebak mungkin tempat ini semacam rest area, karena ketika aku coba berkeliling banyak kujumpai barisan toko-toko baju dan kain yang telah tutup. Di ujung lorong terdapat mushola yang sangat luas, hanya sebuah ruangan sangat lebar yang diberi karpet sajadah untuk shalat bagi muslim. Walaupun begitu aku sendiri masih ragu, masa iya rest area minim penerangan seperti ini. Di ruangan terbuka tepat di depan tempat parkir ada sebuah penjual bakso, kulihat beberapa penumpang lain sedang duduk menunggu pesanannya datang, tak mau ketinggalan akupun memesan semangkuk.
"Huffft...Huffft" dengan perlahan aku meniup bakso dan kuahnya yang panas, saat hendak melahapnya tanganku tiba-tiba terhenti saat banyak sekali bus berdatangan dan parkir persis di samping busku yang memecah keheningan dan kegelapan malam itu. Pandangan kami, para penyantap bakso, spontan tertuju pada barisan bus-bus tersebut, ada delapan sampai sepuluh bus tebakanku. Sambil sesekali memandangi bus-bus tadi yang sepertinya membawa rombongan pengantar haji/umroh atau mungkin wisatawan rohani aku menghabiskan baksoku. Setelah membayar dengan selembar uang sepuluh ribuan aku bendiri menyender di sebuah tiang sambil menunggu busku diberangkatkan kembali. Cukup lama kami beristirahat di tempat ini, sekitar 45 menit, bus pun akhirnya kembali melanjutkan perjalanan, masih dengan supir kedua dibalik kemudi.
Pukul 24.00 kami tiba di Kota Semarang saat bus sedang berhenti untuk kontrol. Seorang petugas menaiki bus dan menghitung jumlah penumpang dan menyocokkannya dengan manifest yang ada, memastikan bahwa tidak ada penumpang liar yang naik di sepanjang perjalanan. Ketika hendak berjalan kembali, supir pertama mengambil alih kemudi dan supir kedua beristirahat di belakang. Bus berjalan sangat santai, suasanan lalu lintas dini hari itu juga sangat sepi, para penumpang tampak sebagian terlelap saat aku coba berdiri dan melihat ke belakang kabin, tak ketinggalan aku akhirnya terlelap juga.
Pukul 05.00 aku terbangun dari posisi tidur yang mungkin tidak semua orang suka, duduk, dan ketika menolehkan pandangan ke jendela kudapati hamparan pantai yang masih sulit terlihat karena sang surya yang masih malu-malu menampakkan wajahnya. Aku menyadari bahwa posisi bus saat ini berada di daerah Tuban dan tak lama lagi akan masuk Rumah Makan Taman Sari II. Kurang lebih pukul 05.30 bus akhirnya berhenti untuk beristirahat yang ke-3 kalinya. Di Rumah Makan Taman Sari II ini tidak ada servis makan gratis, jadi bagi yang ingin bersantap ria silakan merogoh koceknya masing-masing. Aku sendiri tidak makan pagi itu, karena berfikir kurang lebih tiga jam lagi kami akan tiba di tujuan jadi kupikir nanti sajalah sekalian.
Rumah Makan Taman Sari II ini tidak sebesar Taman Sari yang di Indramayu, namun di sini menyuguhkan pemandangan pantai yang cukup bagus karena di sebrang jalannya adalah hamparan pantai yang terbentang luas. Karena tidak makan aku memutuskan untuk ke pantai di depan RM, cukup menyebrang jalan dan sampailah di tepi laut Jawa. Pagi ini aku sangat beruntung karena disuguhi pemandanga sun rise yang sangat indah, kamera ku pun segera mengabadikan momen indah ini. Setelah 15 menit berada di pantai aku kembali menuju RM, belum ada tanda-tanda bus akan melanjutkan perjalanan. Di area parkir saat itu terdapat beberapa bus Pahala Kencana berwarna biru-putih, diantara tujuan Denpasar dan Madura, beberapa sempat aku dokumentasikan. Saat sedang memandangi sebuah bus Pahala Kencana jurusan Madura aku mendengar mesin busku sudah dinyalakan pertanda perjalanan akan dilanjutkan, akupun masuk ke dalam bus.
Pukul 06.15 kami meninggalkan RM.Taman Sari II dengan driver dua yang mengambil alih kemudi. Bus dipacu cukup cepat namun kondisi lalu lintas yang mulai ramai menyulitkan driver untuk mendahului kendaraan yang berjalan lambat. Di beberapa titik sempat terjadi kepadatan kendaraan yang menuju Surabaya ditambah dengan jalur yang sempit sehingga laju bus tersendat. Beberapa bus yang ku jumpai pagi itu diantaranya Patas Indonesia tujuan Semarang, SMM kelas ekonomi yang terlihat padat juga menuju Semarang, dan juga bus-bus berukuran mikro seperti Puspa Jaya. Memasuki Jalan Tol aku sudah mengetahui bahwa sebentar lagi kami akan masuk Terminal Bungurasih, Surabaya. Tak jauh setelah keluar tol kami tiba di terminal terbesar di Surabaya ini pada pukul 07.45. Karina masuk ke area kedatangan berbarengan denga sebuah bus Ladju berwarna biru, tak banyak penumpang yang turun di sini hanya seorang pemuda berpakaian merah,bercelana jeans pendek penghuni hot seat saja. Setelah menurunkannya bus kembali berjalan menyusuri terminal, di area parkir banyak sekali terparkir patas Jatim seperti Menggala, Kalisari, Hafana yang sedang menunggu jam keberangkatan. Keluar terminal bus kembali memasuki jalan tol dengan kondisi lalu lintas sangat lancar namun selepas tol memasuki daerah Porong, Sidoarjo lalu lintas mulai tersendat. Tanggung-tanggul besar di sisi jalan dengan jelas dapat terlihat dari tempatku duduk, tak dapat ku sangsikan bahwa di balik tanggul raksasa itu ada jutaan metrik lumpur keluar dari dalam perut bumi yang mungkin hanya Tuhanlah yang tahu sampai kapan lumpur itu akan terus keluar, mengakibatkan ribuan warga harus kehilangan tempat tinggalnya. Selepas Porong memasuki daerah Lawang bus terus mendaki ke daratan yang lebih tinggi, dari kejauhan pun tampak bukit-bukit hijau yang menyejukkan mata.
Pukul 09.30 aku tiba di Terminal Arjosari Malang, seluruh penumpang turun, tak lupa ku ucapkan terima kasih kepada pak supir dan crewnya yang telah mengantarkanku dengan selamat ke Kota Apel ini. Aku bergerak cepat, segera mandi dan makan dahulu di terminal sambil menunggu jemputan datang. Pukul 10.00 - 11.30 kami menyelesaikan tugas, karena tak banyak masalah pekerjaan pun dapat selesai dengan cepat. Setelah pekerjaa usai aku menumpang mobil jemputan tadi menuju terminal, sedangkan rekan kerja lainnya pun juga hendak menuju bandara dan langsung pulang ke Jakarta.
Kota Apel Hingga Kota Pelajar
Rumah Makan Taman Sari II ini tidak sebesar Taman Sari yang di Indramayu, namun di sini menyuguhkan pemandangan pantai yang cukup bagus karena di sebrang jalannya adalah hamparan pantai yang terbentang luas. Karena tidak makan aku memutuskan untuk ke pantai di depan RM, cukup menyebrang jalan dan sampailah di tepi laut Jawa. Pagi ini aku sangat beruntung karena disuguhi pemandanga sun rise yang sangat indah, kamera ku pun segera mengabadikan momen indah ini. Setelah 15 menit berada di pantai aku kembali menuju RM, belum ada tanda-tanda bus akan melanjutkan perjalanan. Di area parkir saat itu terdapat beberapa bus Pahala Kencana berwarna biru-putih, diantara tujuan Denpasar dan Madura, beberapa sempat aku dokumentasikan. Saat sedang memandangi sebuah bus Pahala Kencana jurusan Madura aku mendengar mesin busku sudah dinyalakan pertanda perjalanan akan dilanjutkan, akupun masuk ke dalam bus.
Pukul 06.15 kami meninggalkan RM.Taman Sari II dengan driver dua yang mengambil alih kemudi. Bus dipacu cukup cepat namun kondisi lalu lintas yang mulai ramai menyulitkan driver untuk mendahului kendaraan yang berjalan lambat. Di beberapa titik sempat terjadi kepadatan kendaraan yang menuju Surabaya ditambah dengan jalur yang sempit sehingga laju bus tersendat. Beberapa bus yang ku jumpai pagi itu diantaranya Patas Indonesia tujuan Semarang, SMM kelas ekonomi yang terlihat padat juga menuju Semarang, dan juga bus-bus berukuran mikro seperti Puspa Jaya. Memasuki Jalan Tol aku sudah mengetahui bahwa sebentar lagi kami akan masuk Terminal Bungurasih, Surabaya. Tak jauh setelah keluar tol kami tiba di terminal terbesar di Surabaya ini pada pukul 07.45. Karina masuk ke area kedatangan berbarengan denga sebuah bus Ladju berwarna biru, tak banyak penumpang yang turun di sini hanya seorang pemuda berpakaian merah,bercelana jeans pendek penghuni hot seat saja. Setelah menurunkannya bus kembali berjalan menyusuri terminal, di area parkir banyak sekali terparkir patas Jatim seperti Menggala, Kalisari, Hafana yang sedang menunggu jam keberangkatan. Keluar terminal bus kembali memasuki jalan tol dengan kondisi lalu lintas sangat lancar namun selepas tol memasuki daerah Porong, Sidoarjo lalu lintas mulai tersendat. Tanggung-tanggul besar di sisi jalan dengan jelas dapat terlihat dari tempatku duduk, tak dapat ku sangsikan bahwa di balik tanggul raksasa itu ada jutaan metrik lumpur keluar dari dalam perut bumi yang mungkin hanya Tuhanlah yang tahu sampai kapan lumpur itu akan terus keluar, mengakibatkan ribuan warga harus kehilangan tempat tinggalnya. Selepas Porong memasuki daerah Lawang bus terus mendaki ke daratan yang lebih tinggi, dari kejauhan pun tampak bukit-bukit hijau yang menyejukkan mata.
Pukul 09.30 aku tiba di Terminal Arjosari Malang, seluruh penumpang turun, tak lupa ku ucapkan terima kasih kepada pak supir dan crewnya yang telah mengantarkanku dengan selamat ke Kota Apel ini. Aku bergerak cepat, segera mandi dan makan dahulu di terminal sambil menunggu jemputan datang. Pukul 10.00 - 11.30 kami menyelesaikan tugas, karena tak banyak masalah pekerjaan pun dapat selesai dengan cepat. Setelah pekerjaa usai aku menumpang mobil jemputan tadi menuju terminal, sedangkan rekan kerja lainnya pun juga hendak menuju bandara dan langsung pulang ke Jakarta.
Kota Apel Hingga Kota Pelajar
Tiba kembali di Terminal Arjosari aku langsung melakukan ritual wajib bis mania ketika menjumpai banyaknya bus yang berserakan di halaman terminal, foto-foto. Di bagian tengah terminal berbaris dengan rapih beberapa Restu, Kalisari, dan Tentrem yang antri menunggu giliran masuk jalur keberangkata Malang-Surabaya. Di belakangnya ada Akas dan Dali Prima non ac berbalut body Nucleus yang parkir bersebelahan, lalu di bagian dekat gerbang keluar terminal terdapat Hafana berbalut Galaxy AirS yang bagian muka/ lampunya telah dimodifikasi menjadi New Marcopolo. Bergeser ke jalur keberangkatan ada beberapa bus yang menunggu calon penumpangnya, Rosalia Indah, Restu, Tentrem, ALS, dan dari kejauhan juga terlihat Zena Surabaya-Malang-Blitar yang tampak mulai berjalan perlahan meninggalkan tempat parkirnya. Di dekat jalur kedatangan terdapat bus yang sekilas kalau kita memandangnya mengingatkan akan bus Harapan Jaya, ya bus itu adalah Harapan Baru, bahkan nama depannya pun sama, bus jurusan Banyuwangi yang dari luar tampak sudah sarat dengan penumpang belum bergerak juga dari jalur keberangkatannya.
Lelah berkeliling, sejenak aku beristirahat di smoking area terminal. Jujur saja baru kali ini aku melihat sendiri sebuah smoking area di tempat publik, tempatnya sangat kecil, hanya sebuah bagian dari area tempat menunggu penumpang yang diberi pembatas berbentuk persegi dengan tempat duduk semen yang berkeramik merah. Di sebrangku nampak dua orang crew bus ALS yang sedang berbincang-bincang, sedangkan aku hanya memandang dua bus yang parkir di depan tempatku duduk. Dua bus itu adalah Rosalia Indah tujuan Purwokerto dan ALS tujuan Pekanbaru-Medan. Dari tempatku duduk aku dapat menebak bahwa Rosalia Indah dengan balutan body Evo C itu menggunakan chasis Mercedes Benz seri 1525 karena melihat emblem MB di bagian depan dan panjang overhang depan yang agak tanggung sedangkan ALS kelas Executive menggunakan body Nucleus dengan chasis Mercedes benz 1521.
Setelah kurasa cukup, aku mulai meninggalkan smoking area menuju ke jalur pemberangkatan Patas Malang-Surabaya, kudapati sebuah bus Kalisari berbalut body Setra standby di jalur tesebut. Tap..tap..dengan perlahan aku menaiki bus itu, dan ketika sampai di kabin kudapati masih banyak kursi yang kosong, langsung saja ku tempati kursi di bagian agak belakang. Kurang lebih 10 menit sejak aku duduk bus akhirnya mulai bergerak mundur dan meninggalkan terminal dengan load factor 75%. Perjalanan cukup lancar, tak tampak ada kepadatan kendaraan yang berarti, bahkan di daerah Porong yang beberapa jam sebelumnya cukup padat kali ini lancar di kedua arah.
Pukul 13.40 aku tiba kembali di Terminal Bungurasih, Surabaya. Suasana area kedatangan siang menjelang sore ini cukup riuh dengan suara knalpot bus mengerang dengan kerasnya tatkala bus-bus yang baru saja menurunkan penumpangnya mulai berjalan dengan cepatnya menuju ke dalam area parkirnya. Suasana orang-orang yang hiruk pikuk pun tak kalah serunya, ada yang begitu turun dari bus langsung menuju ke arah tertentu tanpa ragu, ada pula yang menengok kesana kemari menggambarkan ekspresi kebingungan terlihat jelas di wajahnya, interaksi calo dan petugas loket yang menawarkan tiket kepada orang-orang yang hendak memasuki terminal untuk menaiki armadanya, petugas terminal dengan tumpukan uang pecahan ribuan di tangannya tampak cekatan menghentikan orang-orang yang akan masuk ke dalam terminal agar membayar retribusi dan suasana lain yang tak bisa kusebutkan semua di sini menjadikan sore itu nampak berwarna.
Dengan rasa kantuk yang mulai menyerang toh tak menghalangiku untuk tetap menjalankan ritual. Aku masuk ke dalam terminal melalui jalur masuk bus, bukan bermaksud untuk menghindari iuran retribusi/ peron namun untuk mempercepat ke tempat dimana bus-bus parkir sehingga aku bisa dengan segera memotretnya. Alasan yang mengada-ada, padahal melewati gerbang masuk penumpang pun juga sama dekatnya tapi entah kenapa kaki ku saat itu dengan refleksnya menyusuri jalur dimana bus-bus dengan raungan knalpotnya tadi masuk ke dalam terminal. Mulailah aku berkeliling mengabadikan satu per satu bus yang ku jumpai. Banyak sekali bus yang ketemui, namanya juga terminal, mulai dari Restu, Hafana, Akas, Jaya, tak ketinggalan penguasa jalur Surabaya-Yogyakarta Sumber Kencono dan Eka Mira.
Terminal Bungurasih ini mungkin bisa dikatakan merupakan tempat favorit bagi bis mania, karena keanekaragaman tipe-tipe chasis bus, mesin dan livery/striping yang menempel pada body bus yang dapat dijumpai di sini. Tak hanya chasis dengan mesin-mesin keluaran terbaru saja, namun chasis yang sudah tergolong tua seperti Mercedes OH 1113, 1518, Hino RK174, RG dapat kita temukan parkir di suatu sudut di terminal ini. Kalau di seputaran JABODETABEK mungkin kita sulit untuk menemui berbagai macam body-body bus lawas/tua, ya disinilah tempat yang tepat. Satu objek yang menjadi perhatianku saat itu adalah bus AKAS, bus yang melayani berbagai jurusan di Jawa Timur, Bali, hingga Madura ini mempunyai banyak sekali tipe body lawas. Tipe wiper penyapu air hujan yang terletak di bagian atas pun masih bisa kita jumpai di bus ini, padahal sekarang sudah jarang ada bus yang menggunakannya.
Tak lama aku berkeliling untuk mengabadikan bus-bus yang kujumpai karena rasa kantuk yang amat sangat, area parkir bus AKAP yang belum sempat ku kunjungi dengan terpaksa ku urungkan. Rencanaku saat itu adalah mencari penginapan untuk beristirahat hingga tengah malam nanti dan melanjutkan perjalanan dengan bus Patas Eka menuju Yogyakarta, namun rencana tinggallah rencana. Seperti yang ku alami saat memilih untuk menggunakan pesawat atau bus di awal cerita ini, kali ini pun kejadian serupa terjadi lagi, "oi! kalau bisa tidur di dalam bus, buat apa tidur di penginapan". Mulailah aku mencari-cari destinasi yang cocok untuk rencana mendadak ini, mulai dari Jember, Banyuwangi, hingga Kediri atau Tulungagung. Sebagai bahan pertimbangan aku langsung menuju ke jalur pemberangkatan bus Patas untuk melihat langsung kondisi bus-busnya. Akhirnya pilihan jatuh ke Tulungagung menggunakan bus Harapan Jaya.
Naiklah aku ke dalam Bus Harapan Jaya tujuan Tulungagung dengan body Galaxy AirS, karena baru saja memasuki jalur keberangkatan maka masih banyak kursi yang kosong, aku duduk di baris ke dua dari depan. Bus dengan cepat terisi penumpang, tak sampai 10 menit seingatku bus sudah penuh dengan penumpang. Dari keadaan tersebut sepertinya bus Patas ini menjadi primadona bagi masyarakat yang hendak bepergian ke arah Kediri dan Tulungagung karena untuk Patas memang tidak berhenti/ ngetem di berbagai terminal yang disinggahi untuk mencari penumpang sehingga waktu tempuh bisa lebih cepat, bebeda dengan bus ekonomi maupun ATB yang akan mencari penumpang di sepanjang perjalanan. Pukul 14.15 bus berangkat, akupun tak lama kemudian tertidur, di tengah perjalanan aku sempat terbangun dengan kondisi hujan turun dengan derasnya dan lalu lintas yang padat membuat bus berjalan lambat, namun entah posisi saat itu berada dimana, aku tak berusaha untuk mencari tau, kembali tertidur. Pukul 17.45 aku tiba di Terminal Tulungagung dengan rasa kantuk yang masih amat sangat, perjalanan empat jam ini toh ternyata belum bisa mengusir rasa kantuk dan lelahku. Setelah turun dari bus kami para penumpang disambut banyaknya tukang becak yang menawarkan jasanya. Sekilas Terminal Tulungagung ini tidak terlalu luas, di bagian tengah masih tertutup papan-papan besar karena masih dalam tahap konstruksi, di bagian pinggir terminal dipenuhi toko penjual buah.
Belum sempat berpikir ingin kemana di kota ini, aku melihat bus Harapan Jaya lainnya yang mulai bergerak dengan perlahan dari tempat parkirnya, itu adalah Harapan Jaya tujuan Surabaya, namun ada sisi yang special dari bus ini. Sisi specialnya adalah bahwa ia menggunakan chasis Volvo dengan tipe Volvo B7R dengan mesin yang telah diganti dengan Mitsubishi RM. Chasis ini sebenarnya jarang digunakan di Indonesia karena selain harga juga kebutuhan spare part yang katanya sulit didapat. Jujur saja untuk ke-tiga kalinya aku harus memiih untuk menaikinya atau tidak, karena sebenarnya aku ingin jalan-jalan sejenak di kota ini. Untuk Ke-tiga kalinya pula batinku yang berteriak-teriak "woi buruan naik tuh cuy, Volvo loh...Volvo...nanti nyesel kau kalau tak naik...buruan kejar !!!", "ember ah, Volvo mesin Fuso cuy, gimana ya ?" Walau sempat ragu akupun menyerah dan mengikuti maunya.
Kali ini aku duduk di baris paling depan sebelah kanan, kontras dengan perjalanan sebelumnya dari Surabaya penumpang sore itu cukup sepi. Bus menyusuri jalanan Tulungagung-Kediri dengan santainya, kondektur mulai menagih ongkos sebesar Rp 30.000 dan memberikan selembar karcis, suasana di dalam kabin pun cukup tenang karena sedikitnya penumpang yang naik. Tak ada aksi kejar-kejaran dengan bus lain, sesekali menaikkan penumpang yang meyetopnya di pinggir jalan. Memasuki Terminal Tamanan Kediri yang gelap dan sepi tidak ada tambahan penumpang yang naik. Bus kembali berjalan menyusuri aspal jalanan, air suspension system yang digunakan dalam chasis Volvo ini memang sangat nyaman, terbukti saat melewati jalanan yang rusak tetap nyaman dan minim getaran. Memasuki Jombang beberapa penumpang mulai turun, bus yang sedari tadi berjalan sangat lamban mulai menambah kecepatannya. Pukul 21.45 aku tiba kembali di Terminal Bungurasih, Surabaya.
Makin malam, makin ramai. Mungkin kata-kata itulah yang cocok untuk menggambarkan suasana di ruang tunggu keberangkatan Terminal Bungurasih, Jumat malam itu. Sejak pukul 22.00 aku sudah duduk santai di kursi bagian pinggir sehingga dengan mudah aku bisa melihat keadaan di jalur keberangkatan bus yang persis di samping ruang tunggu ini, dan semakin lama suasananya makin dipenuhi oleh calon penumpang. Kursi-kursi yang tersedia sudah mulai penuh sehingga banyak juga yang berdiri di jalur keberangkatan. Pukul 23.00 aku memutuskan untuk ke jalur pemberangkatan bus Patas Eka yang berada di jalur satu. Para calon penumpang yang menunggu bus Eka pun juga terlihat ramai namun hingga pukul 24.00 tak ada satu bus Eka pun yang masuk, alhasil calon penumpang pun membludak. Tiba-tiba ada pengumuman dari petugas terminal yang memberitahukan bahwa masih ada dua armada bus Eka di poolnya dan akan segera di berangkatkan ke terminal. Sunyi, entah kenapa banyaknya calon penumpang yang ada saat itu tidak membuat suasana di jalur satu malam itu menjadi riuh, mungkin karena mayoritas dari mereka sama seperti ku, single traveler, terlihat dari pola mereka menyebar yang nampak sendiri-sendiri dan tidak bergerombol, sehingga tak ada keharusan harus bersuara dan sibuk dengan urusannya masing-masing.
Pukul 01.00 belum ada tanda-tanda bus akan datang, sudah tiga jam aku menunggu di terminal ini, calon penumpang pun semakin membanjiri jalur satu. Karena makin dibanjiri manusia aku memilih untuk berpindah tempat ke bagian depan, jadi kalau nanti bus datang aku mungkin bisa mendahului mereka yang menunggu di bagian tengah untuk naik ke dalam bus. Saat itu rencanaku maksimal sampai jam dua dini hari saja untuk menunggu bus Eka, kalau tidak ada aku akan beralih menggunakan bus-bus ATB Sumber Kencono ataupun Mira, karena jika menunggu lebih lama maka akan terlalu siang tiba di Yogyakarta nanti dan aku juga belum memesan tiket bus untuk pulang ke Depok. Riuh, suasana tiba-tiba menjadi ramai oleh suara tapak-tapak kaki manusia yang berlarian menuju ke suatu arah dimana sebuah benda dengan panjang kurang lebih 11 meter dengan mata yang bercahaya sangat silau bergerak menuju ke arah kerumunan manusia tadi, akhirnya datang bus yang ku tunggu, finally. Bus akhirnya tiba, beberapa penumpang yang berada di bagian depan mendadak beralih profesi menjadi stunt man & woman dadakan. Saat bus berjalan menuju arah kami, mereka bergerak ke arah tengah, memaksa bus untuk berhenti. Mereka sukses, bus berhenti, kami yang menunggu di bagian agak depan segera begerak masuk ke dalam bus sementara mungkin yang menunggu di bagian tengah jalur hanya bisa diam melihat kami masuk ke dalam bus.
Doc foto ikhsanwibowo, bismania.com
Sayangnya saat berdesakan masuk ke dalam bus, aku sudah melihat kalau sepertinya bus ini sudah membawa penumpang yang naik dari poolnya sehingga kemungkinan banyak penumpang lain yang tidak akan kebagian tempat duduk. Aku berhasil masuk, dan duduk di bagian tengah, dengan cepat bus terisi penuh. Dari tempatku duduk aku bisa melihat mereka yang tidak terangkut nampak kecewa dan memandangi bus dari luar, entah apa yang mereka pikirkan. Pukul 01.30 bus meninggalkan terminal, bus dipacu cukup kencang dan karena tak dapat melihat dengan jelas ke arah luar aku memilih untuk tidur. Di daerah Ngawi aku dibangunkan oleh crew yang memberitahukan bahwa bus sebentar lagi akan beristirahat di Rumah Makan Duta Ngawi, hal serupa ia lakukan kepada penumpang lain yang tertidur. Pukul 03.40 kami tiba di RM.Duta untuk servis makan. Bagi yang baru pertama masuk ke RM ini mungkin akan bingung tatkala tak menemukan di mana prasmanannya/ tempat untuk mengambil jatah makan gratisnya. Hal ini aku temui ketika beberapa orang yang nampak bingung mondar-mandir di bagian depan mencari sesuatu.
Di RM ini kita cukup duduk saja dan menunggu hingga petugas RM mendatangi kita. Kita cukup memberikan kupon makan dan menyampaikan menu yang ingin di pesan, pesanan akan diantarkan kemudian. Aku memilih untuk memesan nasi rawon yang sudah terkenal kelezatannya di RM ini, para bis mania lain mungkin juga sudah tau akan hal itu. Semangkok rawon dengan cepat kulahap hingga tak tersisa. Selesai makan aku memilih untuk menunggu di depan bus, beberapa orang yang telah selesai pun nampak terlihat duduk-duduk di area depan RM. Beberapa penumpang terlihat mencoba untuk masuk ke dalam bus, namun gagal lantaran pintu bus masih terkunci. Pintu bus belum akan dibuka hingga akan berangkat nanti, hal ini dilakukan untuk meminimalisir kasus pencurian barang bawaan penumpang yang terjadi saat bus sedang beristirahat di RM. Setelah 30 menit kami beristirahat bus diberangkatkan kembali, aku memilih untuk tidur lagi. Pukul 07.00 akhirnya aku tiba di Terminal Giwangan, Yogyakarta, para penumpang sebagian besar turun, ada beberapa yang masih di dalam bus hendak melanjutkan hingga ke pemberhentian terakhirnya di Terminal Tidar, Magelang. Selamat datang di Jogja, kota pelajar.
Rute Unik
Sampailah akhirnya aku di terminal terbesar di Yogyakarta, setelah turun dari bus, layaknya di terminal lainnya aku dan penumpang yang turun disambut oleh gerombolan orang-orang yang menawarkan jasanya, entah becak ataupun taksi. Aku tak ambil pusing, cukup ku tolak dengan sedikit aksen jawa "mboten pak" (tidak pak) dan senyuman serta melangkah dengan mantapnya ke dalam bangunan terminal mereka pun menyingkir dengan sendirinya. Memasuki lorong terminal, yang di bagian kanan dan kirinya dipenuhi kedai para penjaja makanan yang begitu melihat ada orang yang akan masuk lorong mencoba untuk merayu orang-orang tersebut untuk hinggap di kedainya. Sampai di ujung lorong, aku berbelok ke kanan, menaiki anak tangga yang terbuat dari besi untuk menuju ke lantai dua dimana ruang tunggu penumpang berada. Di sebuah pos yang terletak di depan pintu ruang tunggu aku membayar retribusi Rp 500 dan masuk ke dalam.
Suasana ruang tunggu penumpang pagi itu masih sepi, deretan tempat duduk berwarna silver lebih menang jumlah dibandingkan manusianya, satu-satunya pemecah kesunyian adalah sebuah LCD TV besar di bagian depan yang menyiarkan sebuah acara masik. Aku duduk sejenak di bagian pinggir dekat jendela. Dari posisiku aku dapat melihat suasana bus yang silih berganti datang dan pergi di pelataran terminal. Setelah kurasakan cukup, aku bergegas menuju kamar mandi dan mandi terlebih dahulu sebelum melanjutkan perburuan mencari tiket pulang. Pukul 08.00 aku meninggalkan ruang tunggu menuju ke shelter Transjogja di bagian bawah, dengan transit tiga kali di berbagai shelter dan bertanya ke petugas ticketing aku berhasil sampai di JL.Diponegoro. Perburuan tiket pulang kali ini bukan ke terminal kawan, tapi ke sebuah agen travel di JL.Kyai Mojo. Mungkin kalian heran, kok malah naik mobil travel ? apa tidak bergejolak lagi tuh nuranimu yang dari awal cerita selalu berontak untuk naik bus? Eitt tunggu dulu, travel kali ini bukan sembarang travel, travel ini melayani Yogyakarta-Jakarta PP dengan armada bus besar dan lagi menggunakan kelas super executive, makanya ikutin terus ceritanya.
Pagi menjadi makin terik tatkala matahari makin bergerak ke atas, aku dengan bantuan sebuah aplikasi gps di HP berjalan menyusuri trotoar jalan menuju agen travel yang kucari. Tak sulit untuk menemukannya, cukup berjalan lurus menyusuri trotoar sepanjang JL.Diponegoro dan kita akan tiba di JL.Kyai Mojo. Akhirnya aku tiba di tempat yang kucari, sebuah bangunan dengan ruangan depannya yang terbuka, di bagian ujung ruangan terdapat sebuah meja dengan seorang laki-laki yang duduk di belakangnya. Aku menghampirinya, "mas, mau pesan untuk ke Jakarta hari ini masih ada?", "oh ke Jakarta? agennya pindah mas" balasnya, "hah pindah?" aku kaget, "itu, alamatnya ada di situ" ia menunjuk ke sebuah kertas yang tertempel di sisi dinding. Dengan mengucapkan terima kasih aku meninggalkannya menuju sisi dinding di bagian depan dan kudapati sebuah kertas pemberitahuan bahwa agen travel tersebut pindah ke ruko di parkir selatan Stasiun Tugu.
Dengan sedikit mengeluh aku mencari-cari jalan terdekat menuju stasiun lewat gps, namun kudapati jaraknya cukup lumayan. Dengan keringat yang mulai bercucuran aku terus melanjutkan berjalan kaki menuju stasiun, di tengah jalan sambil istitahat sejenak aku mencoba menelpon agen tersebut dengan referensi dari nomor HP yang tercantum di kertas pemberitahuan tadi. Kontak berhasil, "Pagi, ini dengan agen Rejeki Baru?" aku memulai percakapan, "iya betul" ia membalasnya, "hmm mbak hari ini masih ada kursi tidak ya ke Jakarta?", "nanti lima menit telpon ke sini lagi ya mas, tak cekkan dulu", "oke mbak" telepon ku akhiri. Dengan berharap-harap cemas aku menunggu lima menit untuk menelpon kembali, kalau ini sampai kehabisan aku harus mencari alternatif bus lain yang belum terpikirkan olehku. Lima menit berlalu, ku telpon kembali agen itu, "pagi, gimana mbak tiketnya?", "ada mas no.1b, gimana?", "kalau yang single seatnya penuh ya?", "penuh mas, ini juga karena ada yang batal berangkat", "oh, oke, tiketnya aku ambil sekarang ya kesana", "iya mas", dengan mengucap terima kasi aku tutup pembicaraan kami. Dengan semangat aku mempercepat langkahku menuju stasiun, tak lama aku pun tiba di sana. Dengan cepat aku melunasi tiket seharga Rp 200.000 dan diminta untuk berkumpul di sini pukul 14.00. Karena sudah tenang mendpatkan tiket, aku makan soto sejenak di warung tak jauh dari agen travel tadi setelah itu dengan berjalan kaki lagi aku menuju Masjid Kauman, yang terletak di dekat keraton untuk beristirahat sambil menghabiskan waktu menunggu jam keberangkatan nanti.
foto doc Rendra Habib,bismania.com
Suasana masjid siang itu cukup sepi, hanya ada aku yang duduk bersender pada salah satu tiang penyangga atap dan beberapa orang lainnya yang juga duduk bersantai dan berbaring di teras masjid. Masjid ini menjadi tempat favoritku untuk istirahat bila hanya sekedar transit di kota pelajar ini, daripada harus menyewa ruangan di hotel yang tentu harus merogoh kocek lagi. Makin siang keadaan cuaca makin panas saja, namun hal itu tak menghentikan sekelompok anak-anak yang bersekolah di SD yang terletak di depan masjid untuk kejar-kejaran kesana kemari mengejar bola yang dimainkannya, hingga suara adzan waktu sholat dzuhur yang berkumandang membubarkan mereka. Selepas melakukan ibadah dzuhur aku masih duduk-duduk santai di teras masjid, hingga pukul 13.30 aku berangkat menuju agen travel menggunakan becak. Becak bergerak dengan perlahan menyusuri aspal jalanan siang itu, selepas alun-alun berbelok ke kiri, di perempatan lampu merah di samping gedung kantor pos berbelok ke kiri kembali, kemudian di sebuah pertigaan berbelok ke kanan, lalu lurus terus dan tibalah aku di parkir selatan Stasiun Tugu, Jogja. Dengan membayar Rp 10.000 aku meninggalkan tukang becak tadi, sesampainya di agen travel aku menyerahkan tiketku untuk lapor kedatangan, disobeknya beberapa bagian dari tiketku dan ia kembalikan kepadaku secarik tiket yang tersisa. Durian runtuh, aku mendapat kabar kalau kursi single paling depan kosong karena penumpang yang batal berangkat dan petugas agen menawarkanku untuk menempati kursi itu, spontan saja aku mengiyakan dan mengucapkan terima kasih. Aku diminta untuk menunggu mobil jemputan yang akan mengantarkanku ke Magelang, dimana bus yang akan kunaiki berada. Karena jumlah penumpang dari Jogja sedikit maka bus standby di Magelang, sedangkan para penumpang dari Jogja hingga Muntilan akan dijemput dengan mobil dan diantarkan ke Magelang.
Kira-kira menjelang pukul 15.00 mobil jemputan datang, sebuah isuzu panther berwarna hitam, aku bergegas naik sedangkan si supir bersama petugas agen nampak sibuk mengangkat paket-paket ke bagian belakang mobil. Selesai loading paket, mobil berjalan dengan cepatnya meninggalkan agen, di sebuah agen setelah Terminal Muntilan menaikkan beberapa penumpang dan joss ke Magelang. Sayangnya, hujan deras tiba-tiba mengguyur tak jauh sebelum kami memasuki Terminal Travel Kebon Polo, Magelang, waktu itu pukul 16.45. Keluar dari mobil aku langsung berlari ke pinggir sebuah bangunan dimana itu adalah agen Rejeki Baru Kebon Polo, terlihat ramai di dalam agen saat itu, mungkin mereka adalah penumpang travel yang ke Wonosobo atau mungkin juga penumpang ke Jakarta sepertiku. Karena oleh supir jemputan tadi aku diminta langsung naik saja ke bus maka dengan segera aku berlarian menerjang guyuran hujan menuju bus yang di parkir agak ke tengah. Saat tiba di atas kabin tampak banyak kursi yang sudah terisi penumpang, sepertinya bus ini dari tadi menunggu kedatangan kami, penumpang dari Jogja. Bus Super Executive ke-dua yang kunaiki dalam rangkain perjalan kali ini, Rejeki Baru Travel.
Armada: Rejeki Baru Travel
Kelas: Super Executive
Karoseri: Adiputro Jetbus HD
Mesin: Hino RK8 R260
Trayek: Jakarta-Wonosobo-Magelang-Yogyakarta
Tarif: Rp 200.000
Fasilitas:
-Antar jemput
-Snack
-Leg rest
-LCD total 7 unit
-Bantal
-Selimut
-non toilet
Selepas meletakkan tas di bagasi atas aku segera duduk di kursi singleku, dari tempat dudukku dengan jelas aku dapat melihat pemandangan ke luar, Jetbus High Deck ini memang cukup tinggi sehingga kaca bus bagian depan terasa sangat besar dibandingkan bus-bus non high deck. Sebuah LCD berukuran 34 inch yang terpasang di bagian depan tak henti-hentinya menampilkan musik berbahasa jawa yang di putar lewat dvd player sementara di saat yang sama 6 buah LCD berukuran kecil yang terletak di bagian atas ikut menampilakan gambar visual dari musik yang sama. Di bagian lantai dari depan sampai belakang nampak beberapa buah keranjang sampah berwarna hijau, saat memandang ke bagian paling belakang aku menyadari bahwa bus ini tidak ada toiletnya.
Tak lama berselang seorang crew masuk ke dalam bus, dengan cepat kepalanya terlihat berpindah dari sisi satu ke sisi lainnya, ia nampak menghitung kembali jumlah penumpang dan segera turun kembali setelah tugasnya selesai. Dari hasil pengamatanku hampir setengah dari kapasitas bus masih kosong, padahal saat memesan tiket sebelumnya ku ketahui bahwa kursi telah penuh terisi, kursi yang kududuki sekarang pun hasil pembatalan tiket keberangkatan orang lain. Berarti ada kemungkinan kursi-kursi kosong itu adalah milik penumpang di Wonosobo nanti. Perlu kalian ketahui rute bus ini cukup unik atau bisa dibilang juga aneh, mungkin cuma satu-satunya di Pulau Jawa, berangkat dari Magelang - Temanggung - Parakan - Wonosobo - Purbalingga - Purwokerto - Bumiayu - Brebes - Cirebon - Cikampek - Jakarta. Coba kalian ingat-ingat, apa ada bus antar kota lain yang memiliki rute seperti itu? karena umumnya bus-bus tujuan Jakarta akan melewati jalur utara via Semarang atau selatan via Kebumen. Pukul 17.10 bus akhirnya meninggalkan Terminal Kebon Polo, hujan masih mengguyur namun tidak sederas beberapa waktu yang lalu.
Dengan perlahan bus menyusuri jalanan Kota Magelang sampai bus memperlambat lajunya dan berhenti di sisi jalan raya, salah satu crew turun sementara driver tetap berada di tempatnya, barangkali mau ambil penumpang di agen pikirku saat itu. Tak lama crew yang turun tadi naik kembali ke dalam bus dengan membawa sebuah kardus besar yang ternyata berisi roti dan aqua botol. Bus kembali melaju sementara crew tadi dengan perlahan membagikan sebuah roti dan aqua botol yang di kemas dengan plastik bening kepada masing-masing penumpang. Kondisi lalu lintas sampai dengan Secang cukup padat sore itu oleh kendaraan mobil pribadi, sementara aku hanya beberapa kali berpapasan dengan Santoso dan Nusantara tujuan Semarang. Di pertigaan Secang bus berbelok ke arah kiri, kondisi jalan cukup lancar, tak ada kepadatan yang berarti, sementara hujan sudah mulai berhenti menyisakan butiran-butiran air gerimis yang membasahi kaca depan bus, sesekali driver bus menyalakan wiper untuk menghilangkan butiran itu. Duduk di posisi paling depan di kursi single bus super executive rasanya memang tiada duanya kawan, ku mundurkan sandaran kursi ke belakang secukupnya, legrest ku naikkan full sehingga kaki ku dapat lurus ke depan, hawa dingin menusuk tubuh dari semburan AC cukup kita akali dengan menyelimuti tubuh dengan selimut yang tersedia, pandangan yang luas ke depan ditambah kegelapan malam yang mulai menyusup perlahan-lahan benar-benar suatu feel yang tak bisa diuntaikan kata-kata. Kesendirian dalam perjalanan malam ini mungkin bisa di gambarkan dengan potongan sepenggal puisi karya mas Risang Raditya berikut,
Terminal Bungurasih ini mungkin bisa dikatakan merupakan tempat favorit bagi bis mania, karena keanekaragaman tipe-tipe chasis bus, mesin dan livery/striping yang menempel pada body bus yang dapat dijumpai di sini. Tak hanya chasis dengan mesin-mesin keluaran terbaru saja, namun chasis yang sudah tergolong tua seperti Mercedes OH 1113, 1518, Hino RK174, RG dapat kita temukan parkir di suatu sudut di terminal ini. Kalau di seputaran JABODETABEK mungkin kita sulit untuk menemui berbagai macam body-body bus lawas/tua, ya disinilah tempat yang tepat. Satu objek yang menjadi perhatianku saat itu adalah bus AKAS, bus yang melayani berbagai jurusan di Jawa Timur, Bali, hingga Madura ini mempunyai banyak sekali tipe body lawas. Tipe wiper penyapu air hujan yang terletak di bagian atas pun masih bisa kita jumpai di bus ini, padahal sekarang sudah jarang ada bus yang menggunakannya.
Tak lama aku berkeliling untuk mengabadikan bus-bus yang kujumpai karena rasa kantuk yang amat sangat, area parkir bus AKAP yang belum sempat ku kunjungi dengan terpaksa ku urungkan. Rencanaku saat itu adalah mencari penginapan untuk beristirahat hingga tengah malam nanti dan melanjutkan perjalanan dengan bus Patas Eka menuju Yogyakarta, namun rencana tinggallah rencana. Seperti yang ku alami saat memilih untuk menggunakan pesawat atau bus di awal cerita ini, kali ini pun kejadian serupa terjadi lagi, "oi! kalau bisa tidur di dalam bus, buat apa tidur di penginapan". Mulailah aku mencari-cari destinasi yang cocok untuk rencana mendadak ini, mulai dari Jember, Banyuwangi, hingga Kediri atau Tulungagung. Sebagai bahan pertimbangan aku langsung menuju ke jalur pemberangkatan bus Patas untuk melihat langsung kondisi bus-busnya. Akhirnya pilihan jatuh ke Tulungagung menggunakan bus Harapan Jaya.
Naiklah aku ke dalam Bus Harapan Jaya tujuan Tulungagung dengan body Galaxy AirS, karena baru saja memasuki jalur keberangkatan maka masih banyak kursi yang kosong, aku duduk di baris ke dua dari depan. Bus dengan cepat terisi penumpang, tak sampai 10 menit seingatku bus sudah penuh dengan penumpang. Dari keadaan tersebut sepertinya bus Patas ini menjadi primadona bagi masyarakat yang hendak bepergian ke arah Kediri dan Tulungagung karena untuk Patas memang tidak berhenti/ ngetem di berbagai terminal yang disinggahi untuk mencari penumpang sehingga waktu tempuh bisa lebih cepat, bebeda dengan bus ekonomi maupun ATB yang akan mencari penumpang di sepanjang perjalanan. Pukul 14.15 bus berangkat, akupun tak lama kemudian tertidur, di tengah perjalanan aku sempat terbangun dengan kondisi hujan turun dengan derasnya dan lalu lintas yang padat membuat bus berjalan lambat, namun entah posisi saat itu berada dimana, aku tak berusaha untuk mencari tau, kembali tertidur. Pukul 17.45 aku tiba di Terminal Tulungagung dengan rasa kantuk yang masih amat sangat, perjalanan empat jam ini toh ternyata belum bisa mengusir rasa kantuk dan lelahku. Setelah turun dari bus kami para penumpang disambut banyaknya tukang becak yang menawarkan jasanya. Sekilas Terminal Tulungagung ini tidak terlalu luas, di bagian tengah masih tertutup papan-papan besar karena masih dalam tahap konstruksi, di bagian pinggir terminal dipenuhi toko penjual buah.
Belum sempat berpikir ingin kemana di kota ini, aku melihat bus Harapan Jaya lainnya yang mulai bergerak dengan perlahan dari tempat parkirnya, itu adalah Harapan Jaya tujuan Surabaya, namun ada sisi yang special dari bus ini. Sisi specialnya adalah bahwa ia menggunakan chasis Volvo dengan tipe Volvo B7R dengan mesin yang telah diganti dengan Mitsubishi RM. Chasis ini sebenarnya jarang digunakan di Indonesia karena selain harga juga kebutuhan spare part yang katanya sulit didapat. Jujur saja untuk ke-tiga kalinya aku harus memiih untuk menaikinya atau tidak, karena sebenarnya aku ingin jalan-jalan sejenak di kota ini. Untuk Ke-tiga kalinya pula batinku yang berteriak-teriak "woi buruan naik tuh cuy, Volvo loh...Volvo...nanti nyesel kau kalau tak naik...buruan kejar !!!", "ember ah, Volvo mesin Fuso cuy, gimana ya ?" Walau sempat ragu akupun menyerah dan mengikuti maunya.
Kali ini aku duduk di baris paling depan sebelah kanan, kontras dengan perjalanan sebelumnya dari Surabaya penumpang sore itu cukup sepi. Bus menyusuri jalanan Tulungagung-Kediri dengan santainya, kondektur mulai menagih ongkos sebesar Rp 30.000 dan memberikan selembar karcis, suasana di dalam kabin pun cukup tenang karena sedikitnya penumpang yang naik. Tak ada aksi kejar-kejaran dengan bus lain, sesekali menaikkan penumpang yang meyetopnya di pinggir jalan. Memasuki Terminal Tamanan Kediri yang gelap dan sepi tidak ada tambahan penumpang yang naik. Bus kembali berjalan menyusuri aspal jalanan, air suspension system yang digunakan dalam chasis Volvo ini memang sangat nyaman, terbukti saat melewati jalanan yang rusak tetap nyaman dan minim getaran. Memasuki Jombang beberapa penumpang mulai turun, bus yang sedari tadi berjalan sangat lamban mulai menambah kecepatannya. Pukul 21.45 aku tiba kembali di Terminal Bungurasih, Surabaya.
Makin malam, makin ramai. Mungkin kata-kata itulah yang cocok untuk menggambarkan suasana di ruang tunggu keberangkatan Terminal Bungurasih, Jumat malam itu. Sejak pukul 22.00 aku sudah duduk santai di kursi bagian pinggir sehingga dengan mudah aku bisa melihat keadaan di jalur keberangkatan bus yang persis di samping ruang tunggu ini, dan semakin lama suasananya makin dipenuhi oleh calon penumpang. Kursi-kursi yang tersedia sudah mulai penuh sehingga banyak juga yang berdiri di jalur keberangkatan. Pukul 23.00 aku memutuskan untuk ke jalur pemberangkatan bus Patas Eka yang berada di jalur satu. Para calon penumpang yang menunggu bus Eka pun juga terlihat ramai namun hingga pukul 24.00 tak ada satu bus Eka pun yang masuk, alhasil calon penumpang pun membludak. Tiba-tiba ada pengumuman dari petugas terminal yang memberitahukan bahwa masih ada dua armada bus Eka di poolnya dan akan segera di berangkatkan ke terminal. Sunyi, entah kenapa banyaknya calon penumpang yang ada saat itu tidak membuat suasana di jalur satu malam itu menjadi riuh, mungkin karena mayoritas dari mereka sama seperti ku, single traveler, terlihat dari pola mereka menyebar yang nampak sendiri-sendiri dan tidak bergerombol, sehingga tak ada keharusan harus bersuara dan sibuk dengan urusannya masing-masing.
Pukul 01.00 belum ada tanda-tanda bus akan datang, sudah tiga jam aku menunggu di terminal ini, calon penumpang pun semakin membanjiri jalur satu. Karena makin dibanjiri manusia aku memilih untuk berpindah tempat ke bagian depan, jadi kalau nanti bus datang aku mungkin bisa mendahului mereka yang menunggu di bagian tengah untuk naik ke dalam bus. Saat itu rencanaku maksimal sampai jam dua dini hari saja untuk menunggu bus Eka, kalau tidak ada aku akan beralih menggunakan bus-bus ATB Sumber Kencono ataupun Mira, karena jika menunggu lebih lama maka akan terlalu siang tiba di Yogyakarta nanti dan aku juga belum memesan tiket bus untuk pulang ke Depok. Riuh, suasana tiba-tiba menjadi ramai oleh suara tapak-tapak kaki manusia yang berlarian menuju ke suatu arah dimana sebuah benda dengan panjang kurang lebih 11 meter dengan mata yang bercahaya sangat silau bergerak menuju ke arah kerumunan manusia tadi, akhirnya datang bus yang ku tunggu, finally. Bus akhirnya tiba, beberapa penumpang yang berada di bagian depan mendadak beralih profesi menjadi stunt man & woman dadakan. Saat bus berjalan menuju arah kami, mereka bergerak ke arah tengah, memaksa bus untuk berhenti. Mereka sukses, bus berhenti, kami yang menunggu di bagian agak depan segera begerak masuk ke dalam bus sementara mungkin yang menunggu di bagian tengah jalur hanya bisa diam melihat kami masuk ke dalam bus.
Doc foto ikhsanwibowo, bismania.com
Sayangnya saat berdesakan masuk ke dalam bus, aku sudah melihat kalau sepertinya bus ini sudah membawa penumpang yang naik dari poolnya sehingga kemungkinan banyak penumpang lain yang tidak akan kebagian tempat duduk. Aku berhasil masuk, dan duduk di bagian tengah, dengan cepat bus terisi penuh. Dari tempatku duduk aku bisa melihat mereka yang tidak terangkut nampak kecewa dan memandangi bus dari luar, entah apa yang mereka pikirkan. Pukul 01.30 bus meninggalkan terminal, bus dipacu cukup kencang dan karena tak dapat melihat dengan jelas ke arah luar aku memilih untuk tidur. Di daerah Ngawi aku dibangunkan oleh crew yang memberitahukan bahwa bus sebentar lagi akan beristirahat di Rumah Makan Duta Ngawi, hal serupa ia lakukan kepada penumpang lain yang tertidur. Pukul 03.40 kami tiba di RM.Duta untuk servis makan. Bagi yang baru pertama masuk ke RM ini mungkin akan bingung tatkala tak menemukan di mana prasmanannya/ tempat untuk mengambil jatah makan gratisnya. Hal ini aku temui ketika beberapa orang yang nampak bingung mondar-mandir di bagian depan mencari sesuatu.
Di RM ini kita cukup duduk saja dan menunggu hingga petugas RM mendatangi kita. Kita cukup memberikan kupon makan dan menyampaikan menu yang ingin di pesan, pesanan akan diantarkan kemudian. Aku memilih untuk memesan nasi rawon yang sudah terkenal kelezatannya di RM ini, para bis mania lain mungkin juga sudah tau akan hal itu. Semangkok rawon dengan cepat kulahap hingga tak tersisa. Selesai makan aku memilih untuk menunggu di depan bus, beberapa orang yang telah selesai pun nampak terlihat duduk-duduk di area depan RM. Beberapa penumpang terlihat mencoba untuk masuk ke dalam bus, namun gagal lantaran pintu bus masih terkunci. Pintu bus belum akan dibuka hingga akan berangkat nanti, hal ini dilakukan untuk meminimalisir kasus pencurian barang bawaan penumpang yang terjadi saat bus sedang beristirahat di RM. Setelah 30 menit kami beristirahat bus diberangkatkan kembali, aku memilih untuk tidur lagi. Pukul 07.00 akhirnya aku tiba di Terminal Giwangan, Yogyakarta, para penumpang sebagian besar turun, ada beberapa yang masih di dalam bus hendak melanjutkan hingga ke pemberhentian terakhirnya di Terminal Tidar, Magelang. Selamat datang di Jogja, kota pelajar.
Rute Unik
Sampailah akhirnya aku di terminal terbesar di Yogyakarta, setelah turun dari bus, layaknya di terminal lainnya aku dan penumpang yang turun disambut oleh gerombolan orang-orang yang menawarkan jasanya, entah becak ataupun taksi. Aku tak ambil pusing, cukup ku tolak dengan sedikit aksen jawa "mboten pak" (tidak pak) dan senyuman serta melangkah dengan mantapnya ke dalam bangunan terminal mereka pun menyingkir dengan sendirinya. Memasuki lorong terminal, yang di bagian kanan dan kirinya dipenuhi kedai para penjaja makanan yang begitu melihat ada orang yang akan masuk lorong mencoba untuk merayu orang-orang tersebut untuk hinggap di kedainya. Sampai di ujung lorong, aku berbelok ke kanan, menaiki anak tangga yang terbuat dari besi untuk menuju ke lantai dua dimana ruang tunggu penumpang berada. Di sebuah pos yang terletak di depan pintu ruang tunggu aku membayar retribusi Rp 500 dan masuk ke dalam.
Suasana ruang tunggu penumpang pagi itu masih sepi, deretan tempat duduk berwarna silver lebih menang jumlah dibandingkan manusianya, satu-satunya pemecah kesunyian adalah sebuah LCD TV besar di bagian depan yang menyiarkan sebuah acara masik. Aku duduk sejenak di bagian pinggir dekat jendela. Dari posisiku aku dapat melihat suasana bus yang silih berganti datang dan pergi di pelataran terminal. Setelah kurasakan cukup, aku bergegas menuju kamar mandi dan mandi terlebih dahulu sebelum melanjutkan perburuan mencari tiket pulang. Pukul 08.00 aku meninggalkan ruang tunggu menuju ke shelter Transjogja di bagian bawah, dengan transit tiga kali di berbagai shelter dan bertanya ke petugas ticketing aku berhasil sampai di JL.Diponegoro. Perburuan tiket pulang kali ini bukan ke terminal kawan, tapi ke sebuah agen travel di JL.Kyai Mojo. Mungkin kalian heran, kok malah naik mobil travel ? apa tidak bergejolak lagi tuh nuranimu yang dari awal cerita selalu berontak untuk naik bus? Eitt tunggu dulu, travel kali ini bukan sembarang travel, travel ini melayani Yogyakarta-Jakarta PP dengan armada bus besar dan lagi menggunakan kelas super executive, makanya ikutin terus ceritanya.
Pagi menjadi makin terik tatkala matahari makin bergerak ke atas, aku dengan bantuan sebuah aplikasi gps di HP berjalan menyusuri trotoar jalan menuju agen travel yang kucari. Tak sulit untuk menemukannya, cukup berjalan lurus menyusuri trotoar sepanjang JL.Diponegoro dan kita akan tiba di JL.Kyai Mojo. Akhirnya aku tiba di tempat yang kucari, sebuah bangunan dengan ruangan depannya yang terbuka, di bagian ujung ruangan terdapat sebuah meja dengan seorang laki-laki yang duduk di belakangnya. Aku menghampirinya, "mas, mau pesan untuk ke Jakarta hari ini masih ada?", "oh ke Jakarta? agennya pindah mas" balasnya, "hah pindah?" aku kaget, "itu, alamatnya ada di situ" ia menunjuk ke sebuah kertas yang tertempel di sisi dinding. Dengan mengucapkan terima kasih aku meninggalkannya menuju sisi dinding di bagian depan dan kudapati sebuah kertas pemberitahuan bahwa agen travel tersebut pindah ke ruko di parkir selatan Stasiun Tugu.
Dengan sedikit mengeluh aku mencari-cari jalan terdekat menuju stasiun lewat gps, namun kudapati jaraknya cukup lumayan. Dengan keringat yang mulai bercucuran aku terus melanjutkan berjalan kaki menuju stasiun, di tengah jalan sambil istitahat sejenak aku mencoba menelpon agen tersebut dengan referensi dari nomor HP yang tercantum di kertas pemberitahuan tadi. Kontak berhasil, "Pagi, ini dengan agen Rejeki Baru?" aku memulai percakapan, "iya betul" ia membalasnya, "hmm mbak hari ini masih ada kursi tidak ya ke Jakarta?", "nanti lima menit telpon ke sini lagi ya mas, tak cekkan dulu", "oke mbak" telepon ku akhiri. Dengan berharap-harap cemas aku menunggu lima menit untuk menelpon kembali, kalau ini sampai kehabisan aku harus mencari alternatif bus lain yang belum terpikirkan olehku. Lima menit berlalu, ku telpon kembali agen itu, "pagi, gimana mbak tiketnya?", "ada mas no.1b, gimana?", "kalau yang single seatnya penuh ya?", "penuh mas, ini juga karena ada yang batal berangkat", "oh, oke, tiketnya aku ambil sekarang ya kesana", "iya mas", dengan mengucap terima kasi aku tutup pembicaraan kami. Dengan semangat aku mempercepat langkahku menuju stasiun, tak lama aku pun tiba di sana. Dengan cepat aku melunasi tiket seharga Rp 200.000 dan diminta untuk berkumpul di sini pukul 14.00. Karena sudah tenang mendpatkan tiket, aku makan soto sejenak di warung tak jauh dari agen travel tadi setelah itu dengan berjalan kaki lagi aku menuju Masjid Kauman, yang terletak di dekat keraton untuk beristirahat sambil menghabiskan waktu menunggu jam keberangkatan nanti.
foto doc Rendra Habib,bismania.com
Suasana masjid siang itu cukup sepi, hanya ada aku yang duduk bersender pada salah satu tiang penyangga atap dan beberapa orang lainnya yang juga duduk bersantai dan berbaring di teras masjid. Masjid ini menjadi tempat favoritku untuk istirahat bila hanya sekedar transit di kota pelajar ini, daripada harus menyewa ruangan di hotel yang tentu harus merogoh kocek lagi. Makin siang keadaan cuaca makin panas saja, namun hal itu tak menghentikan sekelompok anak-anak yang bersekolah di SD yang terletak di depan masjid untuk kejar-kejaran kesana kemari mengejar bola yang dimainkannya, hingga suara adzan waktu sholat dzuhur yang berkumandang membubarkan mereka. Selepas melakukan ibadah dzuhur aku masih duduk-duduk santai di teras masjid, hingga pukul 13.30 aku berangkat menuju agen travel menggunakan becak. Becak bergerak dengan perlahan menyusuri aspal jalanan siang itu, selepas alun-alun berbelok ke kiri, di perempatan lampu merah di samping gedung kantor pos berbelok ke kiri kembali, kemudian di sebuah pertigaan berbelok ke kanan, lalu lurus terus dan tibalah aku di parkir selatan Stasiun Tugu, Jogja. Dengan membayar Rp 10.000 aku meninggalkan tukang becak tadi, sesampainya di agen travel aku menyerahkan tiketku untuk lapor kedatangan, disobeknya beberapa bagian dari tiketku dan ia kembalikan kepadaku secarik tiket yang tersisa. Durian runtuh, aku mendapat kabar kalau kursi single paling depan kosong karena penumpang yang batal berangkat dan petugas agen menawarkanku untuk menempati kursi itu, spontan saja aku mengiyakan dan mengucapkan terima kasih. Aku diminta untuk menunggu mobil jemputan yang akan mengantarkanku ke Magelang, dimana bus yang akan kunaiki berada. Karena jumlah penumpang dari Jogja sedikit maka bus standby di Magelang, sedangkan para penumpang dari Jogja hingga Muntilan akan dijemput dengan mobil dan diantarkan ke Magelang.
Kira-kira menjelang pukul 15.00 mobil jemputan datang, sebuah isuzu panther berwarna hitam, aku bergegas naik sedangkan si supir bersama petugas agen nampak sibuk mengangkat paket-paket ke bagian belakang mobil. Selesai loading paket, mobil berjalan dengan cepatnya meninggalkan agen, di sebuah agen setelah Terminal Muntilan menaikkan beberapa penumpang dan joss ke Magelang. Sayangnya, hujan deras tiba-tiba mengguyur tak jauh sebelum kami memasuki Terminal Travel Kebon Polo, Magelang, waktu itu pukul 16.45. Keluar dari mobil aku langsung berlari ke pinggir sebuah bangunan dimana itu adalah agen Rejeki Baru Kebon Polo, terlihat ramai di dalam agen saat itu, mungkin mereka adalah penumpang travel yang ke Wonosobo atau mungkin juga penumpang ke Jakarta sepertiku. Karena oleh supir jemputan tadi aku diminta langsung naik saja ke bus maka dengan segera aku berlarian menerjang guyuran hujan menuju bus yang di parkir agak ke tengah. Saat tiba di atas kabin tampak banyak kursi yang sudah terisi penumpang, sepertinya bus ini dari tadi menunggu kedatangan kami, penumpang dari Jogja. Bus Super Executive ke-dua yang kunaiki dalam rangkain perjalan kali ini, Rejeki Baru Travel.
Armada: Rejeki Baru Travel
Kelas: Super Executive
Karoseri: Adiputro Jetbus HD
Mesin: Hino RK8 R260
Trayek: Jakarta-Wonosobo-Magelang-Yogyakarta
Tarif: Rp 200.000
Fasilitas:
-Antar jemput
-Snack
-Leg rest
-LCD total 7 unit
-Bantal
-Selimut
-non toilet
Selepas meletakkan tas di bagasi atas aku segera duduk di kursi singleku, dari tempat dudukku dengan jelas aku dapat melihat pemandangan ke luar, Jetbus High Deck ini memang cukup tinggi sehingga kaca bus bagian depan terasa sangat besar dibandingkan bus-bus non high deck. Sebuah LCD berukuran 34 inch yang terpasang di bagian depan tak henti-hentinya menampilkan musik berbahasa jawa yang di putar lewat dvd player sementara di saat yang sama 6 buah LCD berukuran kecil yang terletak di bagian atas ikut menampilakan gambar visual dari musik yang sama. Di bagian lantai dari depan sampai belakang nampak beberapa buah keranjang sampah berwarna hijau, saat memandang ke bagian paling belakang aku menyadari bahwa bus ini tidak ada toiletnya.
Tak lama berselang seorang crew masuk ke dalam bus, dengan cepat kepalanya terlihat berpindah dari sisi satu ke sisi lainnya, ia nampak menghitung kembali jumlah penumpang dan segera turun kembali setelah tugasnya selesai. Dari hasil pengamatanku hampir setengah dari kapasitas bus masih kosong, padahal saat memesan tiket sebelumnya ku ketahui bahwa kursi telah penuh terisi, kursi yang kududuki sekarang pun hasil pembatalan tiket keberangkatan orang lain. Berarti ada kemungkinan kursi-kursi kosong itu adalah milik penumpang di Wonosobo nanti. Perlu kalian ketahui rute bus ini cukup unik atau bisa dibilang juga aneh, mungkin cuma satu-satunya di Pulau Jawa, berangkat dari Magelang - Temanggung - Parakan - Wonosobo - Purbalingga - Purwokerto - Bumiayu - Brebes - Cirebon - Cikampek - Jakarta. Coba kalian ingat-ingat, apa ada bus antar kota lain yang memiliki rute seperti itu? karena umumnya bus-bus tujuan Jakarta akan melewati jalur utara via Semarang atau selatan via Kebumen. Pukul 17.10 bus akhirnya meninggalkan Terminal Kebon Polo, hujan masih mengguyur namun tidak sederas beberapa waktu yang lalu.
Dengan perlahan bus menyusuri jalanan Kota Magelang sampai bus memperlambat lajunya dan berhenti di sisi jalan raya, salah satu crew turun sementara driver tetap berada di tempatnya, barangkali mau ambil penumpang di agen pikirku saat itu. Tak lama crew yang turun tadi naik kembali ke dalam bus dengan membawa sebuah kardus besar yang ternyata berisi roti dan aqua botol. Bus kembali melaju sementara crew tadi dengan perlahan membagikan sebuah roti dan aqua botol yang di kemas dengan plastik bening kepada masing-masing penumpang. Kondisi lalu lintas sampai dengan Secang cukup padat sore itu oleh kendaraan mobil pribadi, sementara aku hanya beberapa kali berpapasan dengan Santoso dan Nusantara tujuan Semarang. Di pertigaan Secang bus berbelok ke arah kiri, kondisi jalan cukup lancar, tak ada kepadatan yang berarti, sementara hujan sudah mulai berhenti menyisakan butiran-butiran air gerimis yang membasahi kaca depan bus, sesekali driver bus menyalakan wiper untuk menghilangkan butiran itu. Duduk di posisi paling depan di kursi single bus super executive rasanya memang tiada duanya kawan, ku mundurkan sandaran kursi ke belakang secukupnya, legrest ku naikkan full sehingga kaki ku dapat lurus ke depan, hawa dingin menusuk tubuh dari semburan AC cukup kita akali dengan menyelimuti tubuh dengan selimut yang tersedia, pandangan yang luas ke depan ditambah kegelapan malam yang mulai menyusup perlahan-lahan benar-benar suatu feel yang tak bisa diuntaikan kata-kata. Kesendirian dalam perjalanan malam ini mungkin bisa di gambarkan dengan potongan sepenggal puisi karya mas Risang Raditya berikut,
Kesendirianku dalam kehidupan…
Bersama hitam menyusuri perjalanan…
Tanpa sebait putih impian…
Dan cahaya bisikan rembulan…
Bersama hitam menyusuri perjalanan…
Tanpa sebait putih impian…
Dan cahaya bisikan rembulan…
Udah ya lebaynya, sekarang kita lanjutkan ke inti cerita. Selepas Secang, bus terus mendaki menuju Temanggung ditemani film man in black yang membuat beberapa penumpang sempat cekikikan pada beberapa adegan. Bus sempat berhenti sebentar di sebrang sebuah mini market dimana salah seorang crew turun untuk membeli gorengan, hehe laper pak? Lepas Temanggung suasana sudah gelap, pemandangan di luar kalau dilihat dari kaca samping benar-benar hitam, tak ada yang bisa dilihat kecuali sorot lampu dari kendaraan berlawanan arah yang berpapasan dari depan. Bus lain pun tak nampak, walau sempat sebelum masuk Parakan busku beriring-iringan dengan sebuah Santoso berchasis Mercedes Benz 1518. Chasis bus tua pun tak berarti menandakan bus berjalan lambat, tau busnya di dekati, Santoso tersebut malah menambah kecepatan dan tak terkejar. Bus terus menyusuri gelapnya malam di jalur Parakan-Wonosobo, dengan medan yang naik turun dan berkelok-kelok sesekali membuat busku harus berjalan perlahan. Pukul 20.00 kami tiba di Rumah Makan di sebuah daerah sebelum masuk Kota Wonosobo, coba kuingat-ingat nama RM ini tapi tak ada sisa ingatan yang muncul.
Rumah Makan yang disinggahi ini kecil saja, seperti family restoran/fast food, sangat bersih dan yang pasti variasi menu prasmanannya banyak sekali sampai bingung aku ingin mengambil yang mana. Tapi, karena tau kalau tidak ada servis makan gratis alias bayar sendiri dengan terpaksa aku memilih beberapa jenis sayur saja dan memesan semangkuk rawon, sempat shock tatkala petugas yang menuangkan kuah rawon beserta dagingnya ke dalam mangkukku dengan porsi yang besar, alamak banyak banget dagingnya, habis berapa nih ? daging sapi kan mahal, pikirku. Di ujung meja prasmanan sudah menanti kasir wanita yang akan menghitung total biaya yang harus di bayar, tak lupa aku mengambil segelas teh manis dan sepiring kecil buah-buahan untuk pencuci mulut. Dengan cepat kasir wanita itu melihat ke arah piringku dan tangannya terlihat menekan tombol-tombol angka di mesin kasirnya dan tiba-tiba beberapa digit angka berwarna hijau nampak dari layar kecil yang menghadap ke arahku dibarengi dengan suara dari si petugas itu "dua puluh dua ribu mas" , wah cukup murah juga, jadi teringat saat makan di sebuah RM di Indramayu dengan sepotong paha ayam kecil dan satu macam sayur dibandrol dengan harga Rp 26.000, dengan cepat aku membayarnya dan pergi ke sebuah meja di dekat jendela untuk menyantapnya.
Rumah Makan yang disinggahi ini kecil saja, seperti family restoran/fast food, sangat bersih dan yang pasti variasi menu prasmanannya banyak sekali sampai bingung aku ingin mengambil yang mana. Tapi, karena tau kalau tidak ada servis makan gratis alias bayar sendiri dengan terpaksa aku memilih beberapa jenis sayur saja dan memesan semangkuk rawon, sempat shock tatkala petugas yang menuangkan kuah rawon beserta dagingnya ke dalam mangkukku dengan porsi yang besar, alamak banyak banget dagingnya, habis berapa nih ? daging sapi kan mahal, pikirku. Di ujung meja prasmanan sudah menanti kasir wanita yang akan menghitung total biaya yang harus di bayar, tak lupa aku mengambil segelas teh manis dan sepiring kecil buah-buahan untuk pencuci mulut. Dengan cepat kasir wanita itu melihat ke arah piringku dan tangannya terlihat menekan tombol-tombol angka di mesin kasirnya dan tiba-tiba beberapa digit angka berwarna hijau nampak dari layar kecil yang menghadap ke arahku dibarengi dengan suara dari si petugas itu "dua puluh dua ribu mas" , wah cukup murah juga, jadi teringat saat makan di sebuah RM di Indramayu dengan sepotong paha ayam kecil dan satu macam sayur dibandrol dengan harga Rp 26.000, dengan cepat aku membayarnya dan pergi ke sebuah meja di dekat jendela untuk menyantapnya.
Selesai menyantap seluruh makanan aku memilih untuk bersantai di luar yang saat itu cuaca mulai tidak bersahabat, hujan kembali turun cukup deras, ditambah hawa dingin yang makin menusuk saja. Saat menunggu kebarangkatan aku sempat berbincang-bincang dengan driver bus ini, dari pembicaraan itu ku ketahui bahwa bus Hino bermesin RK8 ini baru berusia kurang lebih satu bulan dan armada yang jalan dari arah barat baru berusia dua minggu. Pukul 20.40 bus melanjutkan kembali perjalanan ditemani guyuran hujan tak kunjung reda. Dugaanku tepat, di agen Wonosobo banyak sekali penumpang yang naik, alhasil hanya menyisakan satu kursi kosong di bagian depan yang awalnya adalah kursiku sebelum dipindahkan ke kursi single. Selepas Wonosobo mataku tak dapat menahan kantuk yang mulai menyerang, ditambah hawa dingin yang cocok sekali untuk tidur, terlelaplah aku ke dalam alam mimpi. Aku terbangun ketika bus memasuki Purwokerto, lalu lintas sangat sepi sekali, tak banyak kendaraan yang lalu lalang, waktu itu sekitar pukul 22.00. Saat hendak melanjutkan tidurku, bus memperlambat lajunya dan masuk ke SPBU dan parkir di salah satu sisi bangunan, crew mempersilakan kami untuk turun beristirahat sejenak. Aku turun, dengan menggerak-gerakkan tangan dan punggung ke berbagai arah bak senam SKJ mencoba untuk melemaskan otot-otot yang kaku sementara penumpang lain ada yang memilih tetap di dalam bus melanjutkan tidurnya, merokok, menelpon dengan gadgetnya, dan beberapa lainnya termasuk driver yang meminum kopi dari pedagang asongan yang membawa beberapa termos dan kardus yang sudah diubah sedemikian rupa sehingga dapat memuat bermacam-macam jenis kopi dan rokok.
Tak terasa kami telah berhenti beristirahat selama kurang lebih 30 menit di SPBU ini, saatnya melanjutkan perjalan kembali. Memasuki Bumiayu dengan kontur jalan yang melenggak-lenggok tak sulit dilewati oleh sang driver dengan kecepatan sedang, mungkin karena sudah terbiasa menaklukkan medan serupa di jalur tengah Wonosobo menjadikan rintangan ini tak berarti.
Sesampainya di percabangan jalur menuju Tegal dan Brebes, bus berbelok ke kiri, menyusuri jalan sempit di pinggir sungai dengan kondisi permukaan jalan yang berlubang dimana-mana, laju buspun diperlambat untuk menjaga kenyamanan penumpang. Kalau kalian pernah lewat jalur sempit ini di siang hari, kalian akan dapat melihat hamparan ladang bawang disebrang sungai, dan dipinggir sungai akan dijumpai banyak sekali umbi-umbi bawang yang di jemur setelah dibersihkan di sungai. Di jalur ini kami berpapasan dengan beberapa bus Sinar Jaya tujuan Purwokerto, Sumber Alam tujuan Yogyakarta, dan juga Rejeki Baru yang menuju Yogyakarta. Saat berpapasan tersebut kedua driver saling membunyikan klakson, 'tett...teet', dan berhenti sejenak di tengah jalan sambil melontarkan beberapa kalimat yang tak jelas kudengar dengan indra pendengaranku.
Malam makin larut, pukul 24.00, kini telah berganti hari, bus dengan cepatnya melibas aspal pantai utara Jawa. Sebuah Sinar Jaya yang nampak berjalan dengan kecepatan sedang disalipnya dengan mudah, menyusul beberapa Sumber Alam dan Rosalia Indah non AC yang nampak berjalan santai di sisi kiri. Aku yang masih mencoba menahan rasa kantuk yang amat sangat dikagetkan dengan sebuah bus super executive lainnya yang menyalip busku dengan cepatnya dari sisi kiri dan kemudian berpindah ke sisi kanan, lalu makin lama makin menjauh hingga menyisakan dua buah kotak lampu berpendar merah yang nampak dari tempatku duduk, sebuah Rosalia Indah kini sudah tak nampak dalam jangkauan padangan mataku meninggalkan kami di belakang. Mataku sudah tak mampu untuk tetap terjaga, aku terlelap, ketika tersadar bus sedang mengarungi tol Jakarta-Cikampek di daerah Bekasi, pukul 04.00. Pukul 04.30 akhirnya bus tiba di pemberhentian akhirnya di agen yang teletak di komplek Pertokoan Pulo Mas, kami di arahkan ke mobil travel Luxio untuk diantarkan sampai rumah masing-masing. Aku tiba di kostanku di Depok pukul 06.00. Fin ~
Sesampainya di percabangan jalur menuju Tegal dan Brebes, bus berbelok ke kiri, menyusuri jalan sempit di pinggir sungai dengan kondisi permukaan jalan yang berlubang dimana-mana, laju buspun diperlambat untuk menjaga kenyamanan penumpang. Kalau kalian pernah lewat jalur sempit ini di siang hari, kalian akan dapat melihat hamparan ladang bawang disebrang sungai, dan dipinggir sungai akan dijumpai banyak sekali umbi-umbi bawang yang di jemur setelah dibersihkan di sungai. Di jalur ini kami berpapasan dengan beberapa bus Sinar Jaya tujuan Purwokerto, Sumber Alam tujuan Yogyakarta, dan juga Rejeki Baru yang menuju Yogyakarta. Saat berpapasan tersebut kedua driver saling membunyikan klakson, 'tett...teet', dan berhenti sejenak di tengah jalan sambil melontarkan beberapa kalimat yang tak jelas kudengar dengan indra pendengaranku.
Malam makin larut, pukul 24.00, kini telah berganti hari, bus dengan cepatnya melibas aspal pantai utara Jawa. Sebuah Sinar Jaya yang nampak berjalan dengan kecepatan sedang disalipnya dengan mudah, menyusul beberapa Sumber Alam dan Rosalia Indah non AC yang nampak berjalan santai di sisi kiri. Aku yang masih mencoba menahan rasa kantuk yang amat sangat dikagetkan dengan sebuah bus super executive lainnya yang menyalip busku dengan cepatnya dari sisi kiri dan kemudian berpindah ke sisi kanan, lalu makin lama makin menjauh hingga menyisakan dua buah kotak lampu berpendar merah yang nampak dari tempatku duduk, sebuah Rosalia Indah kini sudah tak nampak dalam jangkauan padangan mataku meninggalkan kami di belakang. Mataku sudah tak mampu untuk tetap terjaga, aku terlelap, ketika tersadar bus sedang mengarungi tol Jakarta-Cikampek di daerah Bekasi, pukul 04.00. Pukul 04.30 akhirnya bus tiba di pemberhentian akhirnya di agen yang teletak di komplek Pertokoan Pulo Mas, kami di arahkan ke mobil travel Luxio untuk diantarkan sampai rumah masing-masing. Aku tiba di kostanku di Depok pukul 06.00. Fin ~
Panjang banget Gan artikelnya, tapi mantap bacanya mulai dari bawah sampai atas nyambung.
BalasHapusMantap kisahnya.. semoga saya ada kesempatan buat mencobanya
BalasHapus